Thursday, December 13, 2012

Paper UN


      Controversy of Veto Power Over 
The Effectiveness of UNSC

        The UN Charter established six main organs of the United Nations, including the Security Council. It gives primary responsibility for maintaining international peace and security to the Security Council, which may meet whenever peace is threatened.
United Nations Security Council (UNSC) has four main purposes: firstly to maintain international peace and security; secondly, to develop friendly relations among nations; thirdly, to cooperate in solving international problems and in promoting respect for human rights; and finally to be a Centre for harmonizing the actions of nations
UNSC has 15 members, which consist of 5 permanent members (Russia, France, China, United Kingdom, and United States) and the 10 non-permanent members’ seats are distributed on a regional basis as follows: five for African and Asian States; one for Eastern European States; two for the Latin American and Caribbean States; and two for Western European and other States.
The five permanent members have veto powers, enabling them to prevent the adoption of any "substantive" draft Council resolution, regardless of the level of international support for the draft. The rationale for the P5 veto power was to ensure that the UNSC did not suffer the same fate as its predecessor the League of Nations. In essence, the veto power was granted to the P5 as reassurance that their interests would not be ignored and in the hope that it would ensure their participation in the new organization. The veto power was designed ‘to transform a wartime alliance into a big-power oligarchy to secure the hard won peace that would follow.
After the UN was established there were regular calls to reform the veto power, the most common grounds being that the veto violated the principle of sovereign equality, that it would be used as a tool of great power domination, and that it would effectively exempt the P5 from being governed by the Council. In the last decades, the world have been arguing about thus the veto power is relevant over the effectiveness of the UNSC.

In the world’s eyes, the UNSC that is supposed to be a world organization seems change into ‘the king of the nations’. The permanent members (P5) seem like they have control over this organization, especially with their veto powers. As we can see The UNSC action has become rare in recent decades with the last occasion being in 1997 to take action against Israel.
United States has used the veto on 82 occasions between 1946 and 2007; and has used its veto power more than any other permanent member since 1972. And in the other hand, Russia / The Soviet Union has used the veto on 124 occasions, more than any two others of the five permanent members of the Security Council combined. Most recent vetoes that have been used are The United States vetoed a draft resolution condemning Israel Settlements in the West Bank in February 18, 2012; then China and Russia vetoed a resolution threatening Chapter 7 of The UN Charter sanctions against Syria in July 19, 2012.
There have been several world meetings and debates occurred to discuss about this veto power’s contravention. However variety of debates about how to reform the Council had occurred but these led only to a change in the number of the members (from eleven to fifteen) not the veto power. Even the World Summit in 2005 seems the same as the previous. There were ‘no practical way of changing the existing members’ veto powers.
It may seem hard to abolish the veto powers, so with all the world’s issues and problems that happen in the world, P5 should agree not to use their veto power to block action in response to genocide and mass atrocities that would otherwise pass the majority. It will prevent the harm of the conflict that occur in the world.
The responsibility to protect the world that is the task of the UNSC should be emphasized.  The responsibility to protect its populations from genocide, war crimes, ethnic cleansing and crimes against humanity’ as well as ‘their incitement’ (paragraph 138 of The UN Charter).
There are three pillars that need to be emphasized inside of UNSC. The first is the responsibility of each state to use appropriate and necessary means to protect its own population from the four crimes as well as from their incitement. The second pillar refers to the commitment that UN member states will help each other exercise this responsibility. This includes specific commitments to help states build the capacity to protect their populations from the four crimes and to assist those that are under stress before crises and conflicts erupt. The third pillar refers to international society’s collective responsibility to respond through the UN in a timely and decisive manner, using Chapters VI, VII and VIII of the UN Charter as appropriate, when national authorities are manifestly failing to protect their populations from the four crimes listed above.
Even if the veto power could not be abolished, UNSC should look for the solution over the controversy that happen for a very long time. We believe that the veto powers should not been used over the genocide and mass atrocities. The permanent members should use their veto powers wisely and not use it for diplomatic benefits only, and taking care of the world’s security as their main goal and basic purpose.

wahai saudaraku..

Ingin rasanya ku bertanya pada mereka yang senang berteriak-teriak di jalan sambil membakar ban, menutup jalan dan merusak berbagai fasilitas umum. "Apa sebenarnya yang sedang kalian lakukan?" Dengan alasan menyampaikan aspirasi dan berdemo mereka dengan wajah angkuh dan perasaan tak berdosa kian meneriakkan "Hidup Mahasiswa'.. Wahai saudaraku, tidak kah kalian malu akan semua ini? Apa yang membuat kalian bangga dengan perbuatan anarkis kalian yang malah terlihat "bodoh" dan "tidak beretika" itu? Kalian ingin menyampaikan aspirasi rakyat namun kalian hanya menggangu berbagai kegiatan dan aktivitas rakyat. Tidak kah kali an berpikir ketika kalian menutup jalan itu, mobil-mobil, dan berbagai kendaraan lainnya menjadi terhambat dan terjadi kemacetan di seluruh kota? Tanpa kalian menutup jalan pun, kota ini sudah macet, apa tah lagi ketika kalian memblokade jalan-jalan. Tidak kah kalian bayangkan bahwa diatara mobil-mobil yang kalian halangi ada ambulance yang mengangkut orang yang sedang sekarat dan butuh pertolongan medis segera?! Namun karena keegoisan kalian, nyawa orang lain yang tak berdosa pun menjadi korbannya. Tidak kah kalian memiliki perasaan bagaimana ketika anda diposisi mereka? Menjadi keluarga korban yang hanya bisa menratapi keanarkisan dan keegoisan mahasiswa yang berdemo secara anarkis?

Wahai Saudaraku, apakah kalian merasa bangga dan keren ketika menjadi pemimpin yang berteriak-teriak di jalan seperti orang tak berpendidikan? Kalian membawa nama mahasiswa yang nota bene nya adalah kaum intelektual tapi perbuatan kalian sama sekali tidak mencerminkan hal tersebut. Bukan kah akan jauh lebih baik dan efektif ketika kalian menyampaikan aspirasi kalian secara baik-baik dan membuat pertemuan dengan para pemimpin yang berkepentingan? Apakah demo anarkis adalah satu-satunya jalan keluar? Tentu tidak.

Apakah kalian tidak malu, kota kita dicap sebagai orang-orang yang kasar dan anarkis? Karena perbuatan kalian, pencitraan terhadap mahasiswa kota pun kian memburuk di mata dunia..

Apabila kalian ingin mengubah sesuatu dalam pemerintah, lakukanlah dengan menggunakan sikap sebagai seorang intelek yang tidak hanya mengandalkan suara dan kekerasan. Tapi gunakanlah intelektuas kalian. Karena hal itu akan membuat kita jauh lebih dihargai, ketimbang bersikap konyol yang hanya akan melahirkan berbagai cercaan dari masyarakat.

i just want to see who is the one that really worth it

if people really want me, i want them to chase me.. cause i'll keep walking, not to leave them, but to see who is the one that truly care..

Friday, November 2, 2012

Paper KPK vs Polri


“KPK vs POLRI”

Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
Kedua lembaga ini seharusnya bekerjasama dalam menciptakan suasana yang aman, sejahtera, dan tanpa korupsi! Konflik antara kedua lembaga ini bermula dari adany dugaan korupsi mengenai Simulator SIM oleh pihak Polri.
Pihak KPK melakukan proses penggeledahan di Korlantas pada tanggal 30 Juli 2012 dan pihak Polri merasa tersinggung akan hal itu karena tidak adanya konfirmasi terlebih dahulu. Padahal pada pertemuan yang sebelumnya telah dilakukan antara kedua belah pihak Kapolri meninta waktu satu atau dua hari untuk mendiskusikan rencana itu karena Bareskrim juga sudah melakukan penyelidikan dan akan melakukan presentasi di hadapan pimpinan KPK. Pada 31 Juli ada rencana untuk melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK dan disepakati untuk bertemu pada pukul 10.00 WIB. Namun, pada hari yang sama pukul 16.00 WIB penyidik KPK melakukan penggeledahan Korlantas. Penyidik KPK dikabarkan sempat ditahan dan dihalang-halangi dalam pengeledahan itu dan dilarang membawa barang-barang bukti keluar dari Korlantas.
Konflik bermula dari hal tersebut yang dilanjutkan oleh keputusan pihak Polri untuk melakukan penarikan 20 Penyidik yang merupakan anggota Polri di KPK. Pihak Polri yang dalam hal ini diwakili oleh Timur Pradopo menyatakan bahwa Penarikan penyidik dari KPK, bukan persoalan diperpanjang atau tidak. Prinsip kita ini mendukung penegakan hukum termasuk di KPK. Dikatakan pula bahwa penarikan penyidik Polri dari KPK mekanismenya sudah sesuai dengan aturan-aturan yang telah disepakati antara KPK dan Polri. Polri akan menyiapkan pengganti penyidik yang telah habis masa tugasnya di KPK dengan penyidik lain dari kepolisian. Hal ini pertama kali terjadi, karena pada tahun 2010 dan 2011, Polri selalu memberi perpanjangan tugas kepada para penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Namun kali ini berbeda dan Polri menegaskan bahwa masa tugas para penyidik tersebut sudah berakhir. Dengan ditariknya 20 orang penyidik Polri, penyidik di KPK saat ini tinggal 68 orang, ini membuat penyidikan kasus yang ditangani oleh KPK jadi semakin berat.
Berdasarkan kronologis konflik antara KPK vs Polri tersebut saya meyakini bahwa sudah sepantasnya lah kalau KPK yang turun bertindak dalam proses penyidikan dugaan korupsi Simulator SIM yang dilakukan oleh Polri karena itu merupakan tugas dan wewenang dari KPK itu sendiri. Walaupun Polri juga merupakan aparat penegak hukum, namun dalam masalah ini tidak lah sepantasnya mereka merasa tersinggung dengan adanya penggeledahan yang dilakukan oleh pihak KPK. Analoginya yaitu Pihak Polri lah yang menjadi subjek dari dugaan korupsi ini, dan akan terjadi ketidak maksimalan dalam pemecahan dan penyelidikan kasus apabila kasus ini ditangani oleh anggota Polri itu sendiri. Oleh sebab itu KPK lah yang berwenang dalam hal ini. Kalau memang Polri tidak melakukan tindak pidana korupsi atas Simulator SIM seperti dugaan yang ada maka tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Biarkan KPK melakukan tugasnya sebagai penyidik dan pemberantas tindak pidana korupsi, dan dalam konteks ini Polri seharusnya memberikan dukungan atas hal itu.
Hal ini seharusnya tidak  menimbulkan konflik antara KPK dan Polri karena konflik ini hanyalah akan memberikan keuntungan kepada pihak koruptor dan malah merugikan kedua belah pihak yang bertikai dan bangsa Indonesia itu sendiri.

(was made for open house alsa 2012)



It is only a matter of time

 “Allaah has already written the names of your spouses for you. What you need to work on is your relationship with Allaah. He will send her/him to you when you’re ready. It is only a matter of time.”


Sunday, October 28, 2012

the monkey and the coach

"the monkey and the coach are going their own way..go find the better future .. someday they'll be ended up together.. live happily ever after.."